IDLES, Post-Punk penendang Biji Peler
Di tengah kegilaan pemusik indie lokal yang berbaris rapi
menyembah matahari terbenam sambil menghajar lambung dengan kafein, aku menemukan
kegelapan dan keresahan menggebu dari dua album Idles, band yang belum lama ini
aku kenal.
Sebelumnya, aku tak pernah membahas musik apalagi sebuah
band. Tapi kali ini harus aku laksanakan, karena band dari Kota Bristol,
Inggris ini benar-benar menamparku dengan distorsinya, pukulan drum yang tight, vocal yang gelap, dan tentu saja
lirik yang menendang biji peler para pendengarnya. Aku tak tau pasti genre mereka,
tapi yang pasti ada unsur Punk. Banyak juga yang mengkategorikan Idles sebagai
band Post-Punk, jika didengar baik-baik memang ada rasa Joy Division dan
sedikit The Clash.
Selain aku yang memang suka dengan musik-musik seperti dua
album Idles, ada hal lain yang membuat aku sangat mengagumi Idles. Lirik mereka,
sangat luar biasa. Satire yang dibumbui humor, kira-kira seperti itulah
beberapa lagu mereka. Entah kenapa, aku rasa mungkin karena orang-orang Inggris
memiliki humor unik dan tak jarang humornya gelap.
Seperti band “Punk” umumnya, tapi bukan Punk revisionis yang
hanya membahas cinta dan pertemanan. Lirik-lirik Idles membahas permasalahan
sosial dan politik. Seperti yang saat ini sedang negara mereka alami, Inggris
yang (akan) keluar dari European Union. Bahkan sang frontman Joe Talbot juga berbicara terang-terangan tentang sejarah
buruk kota asal mereka, Bristol. Joe mengatakan bahwa kotanya ini merupakan
tempat perdagangan budak yang dibawa dari Afrika hasil dari kolonialisme.
Di lagu yang berjudul Danny Nedelko yang merupakan salah
satu track dalam album Joy as an Act of Resistence, Idles menceritakan tentang
seorang temannya Danny yang merupakan seorang imgran. Bukan rahasia umum lagi
bahwa Inggris merupakan negara yang multicultural, banyak imigran berdatangan
untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang lebih baik. Nah, dari lagu ini
terlihat bahwa Idles menyampaikan pesan anti xenophobia yang disimpan baik-baik
oleh orang-orang Tory (Partai Konservatif Inggris) hingga memutuskan untuk
keluar dari European Union.
My blood brother is an immigrant
A beautiful immigrantMy blood brother's Freddie Mercury
A Nigerian mother of threeHe's made of bones, he's made of bloodFear leads to panic, panic leads to pain
He's made of flesh, he's made of love
He's made of you, he's made of me
Unity
Pain leads to anger, anger leads to hate
Dalam album Brutalism, terdapat dua lagu yang selalu aku
dengarkan yaitu Mother dan Well Done. Di lagu Mother Idles, khususnya Joe
Talbot bercerita tentang Ibunya yang bekerja dari lima belas jam dalam lima
hari, hingga tujuh belas jam dalam seminggu. Joe juga menyampaikan hal yang
paling ditakuti orang-orang Partai Tory Konservatif adalah dengan cara sering
membaca dan menjadi mapan. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi capital yang
sudah dijalankan oleh Partai Tory sejak era Margaret Thatcher, kebodohan dan
kemiskinan adalah kunci untuk mendapatkan pekerja dengan upah kerja murah. Ya
bukan hanya di Inggris, di sini juga. Selain masalah ekonomi politik yang ada dalam lagu Mother
ini, terdapat juga kritik pedas terhadap kekerasan seksual entah itu dalam
berpacaran atau dalam rumah tangga.
My mother worked fifteen hours five days a week
My mother worked sixteen hours six days a week
My mother worked seventeen hours seven days a weekThe best way to scare a Tory is to read and get rich
The best way to scare a Tory is to read and get rich
The best way to scare a Tory is to read and get rich
Sexual violence doesn’t start and end with rape
It starts in our books and behind our school gates
Men are scared women will laugh in their face
Whereas women are scared it’s their lives men will take
“kenapa kau tak cari kerjaan? bahkan Tarquin punya kerjaan! kenapa kau tak punya gelar sarjana? bahkan Tarquin punya gelar sarjana!" begitulah lirik dalam lagu Well Done, lagu ini penuh satire yang membuat orang mendengarkannya jadi senyum-senyum sendiri , bisa dibilang satire yang khas dari Inggris.
Why don't you get a job?
Even Tarquin has a job
Mary Berry's got a job
So why don't you get a job?
Well done
Sebelumnya aku sempat bilang kalo lagu Idles ini bakalan
nendang biji peler yang dengarnya. Tidak secara harfiah, tapi menendang
maskulinitas yang kadang membunuh para lelaki. Joe mengatakan dalam
interview-nya, bahwa mayoritas yang melakukan bunuh diri di Inggris adalah
laki-laki. Dia mengatakan ini tak lepas dari budaya maskulin yang mana
laki-laki harus kuat dan tak boleh terlihat lemah. Bukan laki-laki yang
menggunakan maskulinitas sebagai topeng, namun maskulinitas ini telah mengambil
alih diri laki-laki. Dan sepotong lirik lagu berjudul Samaritans dari album Joy
as an Act of Resistence ini berhasil menyepak dua biji peler aku, “this is why
you never see your father cry”.
Continue ReadingI'm a real boy
Boy, and I cry
I like myself
And I want to try
This is why you never see your father cry
This is why you never see your father cry
This is why you never see your father, yeah