Senin, 21 April 2014

Suara tetesan air jatuh ke dalam bak mandi terdengar jelas memecah kesunyian, wajar saja sekarang sudah pukul 3 subuh. Entah kenapa Bima masih tak sanggup mendapatkan rasa kantuk yang telah lama ditunggunya. Mungkin rasa kantuk terhalang oleh pikiran yang membukit di dalam pikirannya. Dia hanya melihat telpon selulernya, melihat perbincangannya dengan Maya yang masih tersimpan lengkap di Inbox Massage telepon selulernya.

               
Pertengkaran mereka terjadi seminggu yang lalu. Bima tak pernah menyangka pertengkaran tersebut bisa memakan waktu selama ini. Mereka tak pernah lagi bertemu sejak saat itu.
               
Maya bukanlah wanita pertama yang merenggut hati Bima. Namun hanya Maya yang mampu membuat Bima jatuh ke dalam palung cinta terdalam yang belum pernah Bima rasakan pada saat bersama wanita sebelum Maya. Berparas manis, hidung mancung, bibir tipis berwarna merah tanpa olesan lipstik, serta gingsul gigi dan tubuh ramping seperti model ternama. Itu semua membuat Bima terperangkap dalam konsep cinta pada pandangan pertama saat pertama kali menatap mata Maya.
               
Sekitar tujuh bulan yang lalu di sebuah Warung Kopi dua remaja beranjak dewasa ini bertemu. Saat itu suasana Warung Kopi sedang ramai, Bima mencari meja kosong yang ingin didudukinya. Dia melihat sebuah meja yang hanya berpenghuni oleh seorang wanita duduk sendiri.

“Permisi, aku boleh duduk disini? Soalnya meja yang lain sudah penuh” tanya Bima sambil melemparkan senyum
“Iya, boleh kok. Silahkan duduk” wanita itu membalas senyum
“Sendirian aja?”
“Iya, teman aku yang lain lagi sibuk semua”
“Aku Bima, namu kamu siapa” tanya Bima dengan mengulurkan tangan
“Oh Bima ya, nama aku Maya” Maya menyambut uluran tangan Bima
“Nama kamu bagus”
“Oh ya? Aku dapat nama ini waktu ulang tahun pertama ku” jawab Maya dengan senyum
“Hahahaha…kamu lucu juga ya” Bima kembali melemparkan tersenyum

Tiga jam berlalu, mereka saling mengenal satu sama lain. Suasana riuh di dalam Warung Kopi saat itu tak sanggup mencegah mereka yang peralahan mulai merajut rasa suka satu sama lain. Sebelumnya Maya tak pernah seakrab ini dengan orang yang baru dikenalnya. Maya memang sosok yang cenderung pendiam, namun menjadi periang bila bersama orang yang telah lama dia kenal.

Setelah tujuh bulan hari itu berlalu, kesenangan mereka kini berubah menjadi peroblema. Hati dulunya berbunga kini malah sering menelan kecewa. Bima terus mengalah melawan ego Maya, dia merasa perbedaan diantara mereka tak seharusnya menjadi pertengkeran.

Memang banyak perbedaan diantara mereka. Maya sering memaksa Bima untuk menyukai apa yang dia suka. Mulai dari cara berpikir, sikap dan kebiasaannya yang bertentangan dengan kebiasaan kekasihnya itu. Bima pernah mencoba, namun dia lelah menjadi diri palsunya.

Akhrinya Bima memutuskan untuk bicara empat mata dengan Maya dan meluruskan kembali hubungan mereka.

“May, besok malam kita bisa ketemu? Ada yang mau aku bicarakan” bunyi pesan singkat Bima kepada Maya
“Besok aku gak bisa, ada janji sama teman kuliah. Gimana kalo hari jum’at”

Bima tak membalas pesan singkat Maya itu. Dia langsung mengeluarkan sepeda motor miliknya yang selama ini sering dia gunakan untuk membonceng Maya, bergegas menuju rumah kekasihnya, ini bukanlah ajakan pertama yang Bima tawarkan. Rasa muak akan alasan yang terus-terusan Maya berikan semakin membuat hatinya gelisah.

“Tuut…tuut…tuut…tuut…” suara nada sambung telepon
“Ayoo…angkat dong telepon aku” dalam hati Bima berkata
“Halo…ada apa Bim?” akhirnya Maya mengangkat panggilan Bima
“Kamu kemana aja sih? Aku dari tadi nelpon, aku di depan rumah kamu” jawab Bima dengan sedikit berang
“Maaf, tadi HP aku di kamar. Iya tunggu sebentar”

                Kemudian Maya membukakan pagar rumahnya dan mempersilahkan Bima masuk dan melanjutkan niat awalnya untuk berbicara secara empat mata.

                Suasana malam itu terasa dingin dan sepi. Tak seriuh seperti dimana pertama kali mereka bertemu. Dua hati sedang gundah, mungkin saja ini akan menjadi perbincangan terkahir bagi mereka bila terlalu gegabah menyelesaikan masalah. Beberepa menit mereka hanya membisu, belum ada yang memulai pembicaraan.

“Sebenarnya ada apa dengan hubungan kita?” Bima bertanya tanpa menoleh kekasihnya
“Kenapa kamu hanya diam May? Jika kamu hanya diam, masalah ini tak akan ada ujungnya”
“Sudahlah Bim…” jawab Maya dengan suara pelan
“Apanya yang sudah? Kita sudah jauh mengenal satu sama lain. Semakin lama aku mengenalmu, aku semakin merasa asing dengan sifat kamu akhir-akhir ini.”
“Apakah ini karena semua perbedaan diantara kita?” Bima merenggut tangan halus Maya
“Sudahlah Bim…” Maya melepaskan tangannya dari tangan Bima
“Perbedaan kita semakin jelas, kamu juga tak bisa mengikuti kemauan ku selama ini.” Lanjut Maya
“Jadi sekarang mau mu gimana?” Bima mulai berang
“Aku sudah menemukan lelaki yang sifat dan kebiasaannya serupa dengan ku. Walau ada sedikit perbedaan, namun dia mampu menjadi seperti yang aku mau” jawab Maya dengan sendu sambil menahan air matanya yang ingin jatuh

                Setelah seminggu menahan rindu  tak bertemu kekasihnya akibat perkelahian mereka, kini Bima mengerti alasan dibalik penolakan setiap ajakannya untuk bertemu. Sang kekasih kini tak lagi menikmati perbedaan diantara mereka. Hati Bima pecah bak magma yang melambung keluar dari kawah gunung. Dia tak mampu berkata-kata. Diam sejenak dengan kepala yang tertunduk.

“Semoga saja dia mampu menjalani peran palsunya. Terima kasih telah membuatku selama ini menunggu, May.”
“Satu hal yang ingin aku katakan padamu”
“Apa itu, Bim” tanya Maya penasaran
Kamu tak perlu mengerti apa yang aku mengerti. Dan aku tak perlu mengerti apa yang kamu mengerti. Seharusnya kita biarkan saja perbedaan ini kita jalani, dengan begitu akan banyak cerita yang bisa kita bagi.” jelas Bima dengan senyum
“Bim…” panggil Maya sambil menghapus air matanya
“Sudahlah…May. Semoga kamu menikmati kepalsuan kekasih mu yang baru” Bima berdiri lalu melangkah pergi

                Hubungan mereka hancur berkeping-keping, tersisa hanya kenangan di Warung Kopi yang mungkin tak akan mampu mereka lupakan. Bima hanya diam sepanjang jalan di atas sepeda motornya. Maya terus meneteskan air mata mengingat ucapan terakhir yang Bima lemparkan padanya. Menyesal pun tak akan ada gunanya lagi bagi mereka. Dan mereka tak pernah lagi bertemu sejak perbincangan  malam itu.

Bersambung di sini...

2 komentar

Ini mcm crita kwan aku , nmenye bima sm maya -_-

Reply

Cerita di atas hanyalah fiktif belaka (kayak ending FTV)

Reply