Selasa, 19 Februari 2019


Di tengah kegilaan pemusik indie lokal yang berbaris rapi menyembah matahari terbenam sambil menghajar lambung dengan kafein, aku menemukan kegelapan dan keresahan menggebu dari dua album Idles, band yang belum lama ini aku kenal.

Sebelumnya, aku tak pernah membahas musik apalagi sebuah band. Tapi kali ini harus aku laksanakan, karena band dari Kota Bristol, Inggris ini benar-benar menamparku dengan distorsinya, pukulan drum yang tight, vocal yang gelap, dan tentu saja lirik yang menendang biji peler para pendengarnya. Aku tak tau pasti genre mereka, tapi yang pasti ada unsur Punk. Banyak juga yang mengkategorikan Idles sebagai band Post-Punk, jika didengar baik-baik memang ada rasa Joy Division dan sedikit The Clash.


Selain aku yang memang suka dengan musik-musik seperti dua album Idles, ada hal lain yang membuat aku sangat mengagumi Idles. Lirik mereka, sangat luar biasa. Satire yang dibumbui humor, kira-kira seperti itulah beberapa lagu mereka. Entah kenapa, aku rasa mungkin karena orang-orang Inggris memiliki humor unik dan tak jarang humornya gelap.

Seperti band “Punk” umumnya, tapi bukan Punk revisionis yang hanya membahas cinta dan pertemanan. Lirik-lirik Idles membahas permasalahan sosial dan politik. Seperti yang saat ini sedang negara mereka alami, Inggris yang (akan) keluar dari European Union. Bahkan sang frontman Joe Talbot juga berbicara terang-terangan tentang sejarah buruk kota asal mereka, Bristol. Joe mengatakan bahwa kotanya ini merupakan tempat perdagangan budak yang dibawa dari Afrika hasil dari kolonialisme.

Di lagu yang berjudul Danny Nedelko yang merupakan salah satu track dalam album Joy as an Act of Resistence, Idles menceritakan tentang seorang temannya Danny yang merupakan seorang imgran. Bukan rahasia umum lagi bahwa Inggris merupakan negara yang multicultural, banyak imigran berdatangan untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang lebih baik. Nah, dari lagu ini terlihat bahwa Idles menyampaikan pesan anti xenophobia yang disimpan baik-baik oleh orang-orang Tory (Partai Konservatif Inggris) hingga memutuskan untuk keluar dari European Union.

My blood brother is an immigrant
A beautiful immigrant
My blood brother's Freddie Mercury
A Nigerian mother of three
He's made of bones, he's made of blood
He's made of flesh, he's made of love
He's made of you, he's made of me
Unity
Fear leads to panic, panic leads to pain
Pain leads to anger, anger leads to hate
Dalam album Brutalism, terdapat dua lagu yang selalu aku dengarkan yaitu Mother dan Well Done. Di lagu Mother Idles, khususnya Joe Talbot bercerita tentang Ibunya yang bekerja dari lima belas jam dalam lima hari, hingga tujuh belas jam dalam seminggu. Joe juga menyampaikan hal yang paling ditakuti orang-orang Partai Tory Konservatif adalah dengan cara sering membaca dan menjadi mapan. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi capital yang sudah dijalankan oleh Partai Tory sejak era Margaret Thatcher, kebodohan dan kemiskinan adalah kunci untuk mendapatkan pekerja dengan upah kerja murah. Ya bukan hanya di Inggris, di sini juga. Selain masalah ekonomi politik yang ada dalam lagu Mother ini, terdapat juga kritik pedas terhadap kekerasan seksual entah itu dalam berpacaran atau dalam rumah tangga.
My mother worked fifteen hours five days a week
My mother worked sixteen hours six days a week
My mother worked seventeen hours seven days a week
The best way to scare a Tory is to read and get rich
The best way to scare a Tory is to read and get rich
The best way to scare a Tory is to read and get rich
Sexual violence doesn’t start and end with rape
It starts in our books and behind our school gates
Men are scared women will laugh in their face
Whereas women are scared it’s their lives men will take


“kenapa kau tak cari kerjaan? bahkan Tarquin punya kerjaan! kenapa kau tak punya gelar sarjana? bahkan Tarquin punya gelar sarjana!" begitulah lirik dalam lagu Well Done, lagu ini penuh satire yang membuat orang mendengarkannya jadi senyum-senyum sendiri , bisa dibilang satire yang khas dari Inggris.
Why don't you get a job?
Even Tarquin has a job
Mary Berry's got a job
So why don't you get a job?
Well done
Sebelumnya aku sempat bilang kalo lagu Idles ini bakalan nendang biji peler yang dengarnya. Tidak secara harfiah, tapi menendang maskulinitas yang kadang membunuh para lelaki. Joe mengatakan dalam interview-nya, bahwa mayoritas yang melakukan bunuh diri di Inggris adalah laki-laki. Dia mengatakan ini tak lepas dari budaya maskulin yang mana laki-laki harus kuat dan tak boleh terlihat lemah. Bukan laki-laki yang menggunakan maskulinitas sebagai topeng, namun maskulinitas ini telah mengambil alih diri laki-laki. Dan sepotong lirik lagu berjudul Samaritans dari album Joy as an Act of Resistence ini berhasil menyepak dua biji peler aku, “this is why you never see your father cry”.
I'm a real boy
Boy, and I cry
I like myself
And I want to try
This is why you never see your father cry
This is why you never see your father cry
This is why you never see your father, yeah

Post a Comment: