Selasa, 19 Desember 2017

Ketika Imperialis USA melakukan serangan terhadap negara-negara Timur Tengah, masyarakat Indonesia bereaksi secepatnya. Sebuah hal yang luar biasa, rasa simpati masih ada di dalam diri kita -walau bukan semata-mata karena kemanusiaan, namun lebih condong karena kesamaan agama. Suatu tindakan mulia yang tak boleh disepelekan begitu saja.

Trump, Si Manusia Orange nomor satu di USA sering melancarkan ucapan kontroversial. Mulai dari hal-hal rasialis, seksis dan absurd lainnya. Belum lama ini Si Orange mengatakan bahwa Jerusalem merupakan Ibu Kota dari Israel. Tentunya menimbulkan reaksi, baik dari warga negaranya sendiri yang mendukung perujuangan warga Palestina terhadap tindakan "pencurian tanah secara paksa" oleh Israel -tentu saja didanai oleh USA, juga dari seluruh dunia.

Diantara banyak reaksi, usulan untuk memboikot produk USA dan Isreal merupakan salah satu kesukaan kita, khususnya mahasiswa. Nope, aku bukan tipikal manusia berkomentar "kalo dirimu mau boikot produk USA kok ngasi taunya lewat Facebook? Dasar hyporite, heh ironis heh jilat ludah sendiri". Mempersimpel konteks sosial dari suatu masalah aku rasa bukanlah hal yang "rasional" justru bisa dibilang malas berpikir dan menganalisis suatu masalah lebih mendalam.

Aku akan berusaha sedikit menganalisis, kenapa memboikot produk bukan hal manjur bin mujarab melalui perspektif Sosialis.

Di dalam ekonomi kapital, monopoli bukan hal haram. Akusisi, merger, konsolidasi adalah proses monopoli dalam kapital. Walau menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, praktek monopoli dilarang karena menimbulkan persaingan yang tidak sehat -tetap saja terjadi akusisi sana sini....

Contoh Monopoli dalam Ekonomi Kapital, tidak semuanya milik USA

Lalu apa hubungannya dengan memboikot produk USA? Jadi begini, ada istilah "tidak ada etika konsumsi dalam ekonomi kapital", kita tidak akan bisa memboikot suatu produk/brand karena produk/brand tersebut memiliki kepala perusahaan, dan kepala perusahan tersebut dimiliki lagi oleh kepala perusahaan lainnya yang lebih besar.

Tidak perlu rasanya jauh-jauh ke USA untuk melihat hal ini, cukup dalam negeri saja ya? Nah jika memboikot produk USA berarti berhenti mengonsumsi produk-produk yang terasosiasi atau secara kepemilikan dimiliki oleh "ASEEEENGGGG" USA. Sekali lagi, tak perlu berbicara tentang Facebook yang mana Instagram dan WhatsApp juga merupakan milik Facebook karena telah lama diakusisi, atau Disney yang hampir menguasai semua perusahaan (baru-baru ini Disney membeli Fox) dunia.

Kembali ke dalam negeri, siapa tak kenal Bank BCA. Hampir setiap kali aku belanja online, mayoritas seller menggunakan Bank Central Asia ini. ATM-nya di mana-mana, termasuk di Indomaret. Loh kan kita ngebahas produk USA, kok malah jadi BCA? Jadi begini, 54,9% pemegang saham BCA adalah PT. Dwimuria Investama Andalan, sedangakan PT. Dwimuria ini dimiliki oleh Djarum, siapa lagi yang tak kenal Djarum. "Lalu di mana letak ASEEEEENGGG-nya?" Sabar gan, pemilik Djarum adalah  R. J. Reynolds Tobacco Company dan American Tobacco Company, ayo tebak dari mana asal dua perusahaan besar itu? Yak benar sekali, keduanya berasal dari USA.

Mungkin ada yang belum tahu, Sampoerna juga dimiliki oleh "ASEEEEENGGG", tepatnya Philip Morris International, yang berkantor pusat di New York. Kepemilikannya hingga mencapai angka 100%, tepatnya sekitar 97,95%. Kesepakatan akusisi Philip Morris International terhadap Sampoerna terjadi pada tanggal 22 Februari 2008 beberapa bulan sebelum krisis finansial dunia yang juga terjadi pada tahun tersebut. Cukup dua perusahaan itu saja, karena eh karena aku sebenarnya lagi malas nulis.

Aku tidak meremehkan niat baik mereka yang hendak memboikot. Tindakan tersebut merupakan suatu usaha mereduksi sifat konsumtif. Walau sebenarnya saat kita melakukan boikot terhadap suatu produk/brand, kita tidak membuat perusahaan pemilik produk/brand itu melemah, kita hanya menciptakan perasaan bahwa kita sebagai individu atau sebagai kelompok memiliki kekuatan, dan perasaan itu jangan sampai hilang.

Power to the People, Stick it to the Man! - Captain Fantastic

Post a Comment: